Di tengah eforia globalisasi, bangsa Indonesia menempatkan (placemented) globalisasi sebagai sunatullah (the rule of law) yang tidak terelakkan dari proses pembangunan nasional. Sehingga permasalahan yang paling prinsipil adalah bagaimana bangsa Indonesia mampu memanpaatkan globalisasi dalam rangka mencapai tujuan nasional.
Sealur dengan pemahaman global di atas, pemeliharaan dan
peningkatan momentum pembangunan merupakan tuntutan yang tidak bisa dielakkan.
Globalisasi yang semakin meningkat intensitasnya dewasa ini mengakibatkan
persaingan diantara negara-negara semakin keras dan ketat. Sudah menjadi
kesepakatan umum bahwa hanya negara-negara yang mempunyai keunggulan-keunggulan
(excellences) yang bisa bertahan dalam persaingan global tersebut.
Dilihat dari tuntutan internal dan eksternal global di atas,
maka diantara keunggulan-keunggulan yang mutlak dimiliki bangsa Indonesia
adalah penguasaan sains-teknologi, dan keunggulan sumber daya manusia. Kemajuan
dan penguasaan terhadap sains-teknologi mendorong percepatan transformasi
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, yang di Indonseia dikenal dengan
istilah pembangunan.
Proses pembangunan
bangsa Indonesia diarahkan kepada terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yakni
makmur, sejahtera lahir bathin, mental dan spiritual. Oleh karena itu secara
operasional proses pembangunan nasional diarahkan pada bidang-bidang yang dapat
menciptakan kemakmuran, kesejahteraan lahir dan bathin, seperti bidang
pendidikan, ekonomi, kesehatan, agama, sosial politik dan lain-lain.
Proses pencapaian cita-cita pembangunan tersebut merupakan
kewajiban bersama semua warga negara,
tidak dibatasi oleh profesi, usia, jabatan, dan pranata sosial lain.
Dalam hal ini pemuda sebagai bagian dari warga negara mempunyai kewajiban yang
sangat besar untuk mewujudkan cita-cita pembangunan nasional, mengingat pemuda
adalah intelektual muda yang mempunyai kapabilitas.
Ketika mendengar istilah pemuda dengan mudah orang
bisa membayangkan dan mendefinisikannya, ada yang mempersepsi bahwa pemuda
adalah komunitas penduduk yang berusia antara rentang 17 sampai 40 tahun, yang
lain mempersepsi bahwa pemuda adalah komunitas penduduk yang mempunyai
pikiran-pikiran muda seperti kreatif, inovatif dan desduktrif.
Terlepas dari masing-masing persepsi tersebut, kita semua
sepakat bahwa pemuda merupakan penerus estafeta pembangunan, pemuda adalah
harapan bangsa, bahkan yang lebih ekstrim pemuda adalah penentu masa
depan bangsa. Persepsi itu diperkuat pula oleh catatan sejarah bahwa pada
masa-masa sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan pemuda selalu eksis dibarisan
depan memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Label tinggi,
catatan sejarah dan harapan besar bangsa terhadap pemuda seperti di atas, tentu
harus dijawab dan dibuktikan para pemuda melalui karya-karya nyata dalam proses
pembangunan di segala bidang.
Dalam tanggung jawab besar sebagai penerus estafeta
pembangunan nasional, pemuda harus mempersiapkan diri dengan baik agar harapan
besar bangsa ini mampu diemban dengan baik. Dalam kontek ini pemuda harus
mempersiapkan diri dengan cara :
Pertama, optimalisasi proses mencari ilmu. Hal ini menjadi sangat penting mengingat
kompleksitas dan dinamika pembangunan di masa yang akan datang lebih tinggi.
Akan tidak bermakna ketika tampuk estafeta pembangunan digerakkan oleh pemuda
tanpa ilmu, bukan keberhasilan yang akan hadir tetapi kegagalan
yang akan menghampiri. Bukankah agama Islam mengajarkan “barang
siapa yang ingin kehidupan dunia maka harus dengan ilmu dan barang siapa yang
ingin kehidupan akherat juga harus dengan ilmu dan barang siapa yang
menginginkan kehidupan keduanya juga harus dengan ilmu”. Dalam kontek itu ,
pemuda harus tidak mengenal lelah, tidak pantang menyerah, dan tidak lari
dari susahnya mencari ilmu. Agar pada saatnya ketika mereka terjun dalam
kegiatan pembangunan bisa memenuhi harapan bangsa.
Kedua, memperkuat keimanan. Seiring dengan
kompelksitas kemajuan zaman, dapat diprediksi gangguan dan godaan dalam
proses pembangunan akan semakin besar kadarnya. Pemuda dalam hal ini agar
keluar sebagai pemenang atas godaan-godaan tersebut tentu harus meningkatkan
kesadaran keimanan kepada Tuhannya, bahwa Tuhan senantiasa mencatat segala
perbuatan kita dan akan meminta pertanggungjawaban di akhirat nanti.
Ketika orang mendefinisikan pemuda adalah komunitas penduduk
yang mempunyai usia 17 sampai 40 tahun, kita menilai begitu dominannya pada
sisi jumlah rentang usia tersebut mewarnai kategori usia produktif. Di negara
kita batasan usia produktif adalah 17 sampai 60 tahun, hampir bisa disimpulkan
bahwa lebih dari setengah usia produktif berada pada rentang usia pemuda.
Dominasi jumlah tersebut bergerak lurus dengan cepat atau lambatnya laju
pembangunan, artinya apabila pemuda mengoptimalkan peran dalam pembangunan,
maka laju pembangunan akan cepat, begitu juga sebaliknya.
Para ahli berbeda pendapat dalam mengungkap peran pemuda
dalam pembangunan, perbedaan itu setidaknya terjadi pada pengungkapan istilah
dan jumlah item dari peran-peran itu. Dalam hal ini penulis berpendapat
setidaknya ada lima peran pemuda dalam pembangunan adalah sebagai berikut :
Satu,
Pemuda sebagai Dinamisator Pembangunan
Dinamisator
dalam bahasa sederhananya adalah penggerak. Satu hal lagi yang harus kita ingat
bahwa pemuda itu diartikan juga komunitas penduduk yang mempunyai
pikiran-pikiran muda seperti kreatif, inovatif dan desduktrif. Karena mempunyai pikiran-pikiran muda seperti
itu, maka pemuda akan senantiasa mempunyai kemauan dan kemampuan. Ketika
kemauan dan kemampuan itu bersatu maka pemuda akan menjadi penggerak.
Dua,
Pemuda sebagai Katalisator Pembangunan
Perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan terkadang masih ada gap (jarak). Gap ini
bisa terjadi dalam wujud ketidaksesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan,
bisa juga dalam bentuk begitu lamanya jarak waktu antara perencanaan dan
pelaksanaan. Dalam kontek gap seperti di atas, pemuda dengan jiwanya
yang selalu kreatif, kreatif, dan desduktrif bisa menempatkan diri
sebagaikatalisator (penghubung yang mempercepat) kesesuaian perencanaan dan
pelaksanaan serta ketepatan waktu antara perencanaan dan pelaksanaan.
Tiga,
Pemuda sebagai Motivator Pembangunan
Pembangunan
merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat, kita tidak boleh membebankan pelaksanaan
pembangunan hanya kepada pemerintah. Dalam kontek ini pemuda harus memerankan
diri sebagai motivator (pendorong) kepada semua elemen masyarakat untuk mau
bersama-sama bahu-membahu melaksanakan dan mensukseskan pembangunan.
Empat,
Pemuda sebagai Inovator Pembangunan
Dalam
kajian psikologi pemuda mempunyai karakteristik selalu berpikir rasional dan
ideal. Karena karakteristik itulah, pembaharuan-pembaharuan sering muncul dari
pemuda. Karakteristik yang akhirnya melahirkan semangat inovasi harus juga
merambah ke sektor pelaksanaan pembangunan. Pemuda dengan jiwa yang tidak
pernah puas terhadap satu keberhasilan akan selalu mencari keberhasilan kedua,
ketiga dan seterusnya. Pemuda dengan jiwa inovasinya tidak akan merasa puas dan
berdiam diri dengan suatu system yang telah mencapai angka keberhasilan 100%
tetapi akan selalu berimprovisasi mencari sebuah system yang bisa menghantarkan
keberhasilan ke angka 1000%.
Lima,
Pemuda sebagai Evaluator Pembangunan
Proses pembangunan yang dilakukan semua pihak tentu tidak boleh lepas
dari kontrol kaum intelektual muda (pemuda) yang secara kapabilitas mereka
lebih mengetahui indikator-indikator penyimpangan, penyelewengan, kegagalan,
dan manipulasi lainnya dalam kegiatan pembangunan. Bentuk kontrol sebagai
bagian dari wujud evaluasi hendaknya dilakukan secara efektif, efisien dan
tidak berdampak negatif terhadap laju pembangunan. Audensi, Dengar Pendapat,
dan Dialog merupakan alternatif yang bisa dipilih pemuda dalam menyampaikan
hasil evaluasi pembangunan.
Ke-lima peran pemuda tersebut akan berhasil guna dan berdaya
guna dalam proses pembangunan ketika ada komitmen dan konsistensi pemudauntuk
senantiasa melakukan perubahan dan perbaikan demi kesejahteraan masyarakat,
tidak terjebak pada ranah pragmatisme yang mengungkung idealisme dan
rasionalisme, tidak mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok, tidak juga
menjadi alat politik dari sebuah kelompok. Hal ini perlu dipertegas mengingat
praktek-praktek in-idealisme, dan in-konsistensi semakin sering muncul
kepermukaan.
Pemuda dengan kapasitas dan kapabilitas yang tidak diragukan
lagi, sudah mampu masuk elemen-elemen pelaksana pembangunan, ada yang menjadi
bagian dari pemerintah (eksekutif), pengusaha (kontraktor), lembaga swadaya
masyarakat, dewan perwakilan rakyat (legislatif), aparatur penegak hukum
(yudikatif) dan lain-lain. Dalam kontek perubahan dan perbaikan hendaknya semua
elemen pelaksana pembangunan yang didalamnya ada pemuda duduk bersama
melakukan kajian strategis perencanaan, pelaksanaan, dan kontroling/evaluasi
pembangunan dengan senantiasa membingkai
diri dengan nilai-nilai agama; jujur, adil, bersih, berpihak kepada
kesejahteraan masyarakat, dan professional.
Apabila pemuda sudah mampu memainkan peran dalam
pembangunan dengan baik, dan derap
langkah memainkan peran tersebut didasari ilmu serta dikerangka-i
nilai-nilai agama, maka menjadi harapan besar proses pembangunan akan berhasil
mensejahterakan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar